Tuesday, May 25, 2010

Memahami Australia

It’s about accepting a role in the community and doing it well

By

Galuh Yuliani

Tuesday, January 5, 2010 at 11:11pm

Memiliki kesempatan untuk tinggal sementara di luar negeri adalah sebuah anugerah. Bukan hanya sekedar kesempatan untuk melihat pemandangan yang berbeda, gedung-gedung dengan arsitektur yang unik, melihat orang dengan beragam warna kulit dan rambut, namun kesempatan untuk melihat bagaimana orang di belahan bumi lain menjalani kehidupannya.

Tidak ada yang extraordinary dari cara hidup aussie people. Umumnya, mereka bekerja dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Tidak banyak yang bersedia untuk bekerja lembur melebihi office hour. Di kampus, saya hampir tidak pernah melihat professor atau dosen yang ada di kantor sampai larut malam, demikian juga cukup jarang (walaupun ada) melihat mahasiswa bekerja lembur sampai tengah malam di laboratorium. Apabila kemudian Australia layak disandingkan dengan Negara maju lainnya, maka saya menyimpulkan alasan utamanya bukanlah karena warganya bekerja sangat keras, banting tulang tak mengenal waktu. Mereka bekerja ‘cukup’ dan malah lebih terkesan tidak ingin mengorbankan jam santainya untuk kegiatan kantor.

Contoh yang paling ‘obvious’ untuk menggambarkan bagaimana orang Australia sangat membatasi jam kerja, adalah mengamati jadwal buka tutup mall/toko. Jangan heran apabila pada pukul 6 atau 7 malam, sebagian besar mall atau toko sudah mulai tutup. Bagi saya, yang menganggap jalan-jalan ke mall/toko bersama keluarga sebagai refreshing, kadang merasa ‘kesepian’ dengan begitu sunyi senyapnya kota Melbourne setelah jam 7 malam. Bila kejadian ini hanya terjadi pada saat weekdays (senin-jumat), maka jangan harap weekend (sabtu-minggu) suasananya akan lain. Pada saat weekend, mall-mall justru tutup lebih awal. Bahkan di hari Minggu, mall besar hanya buka sampai jam 5 atau 6 sore. Selain karena pekerja harus dibayar dengan upah yang lebih mahal pada saat weekend, pesan yang tersembunyi seolah-olah mendorong orang untuk lebih banyak di rumah, spending time with family.

Apa yang kemudian melatarbelakangi fakta bahwa Australia merupakan salah satu negara maju di dunia, sepertinya bukan karena jam kerja warganya lebih panjang dari biasa, tapi karena obsesi individunya yang fokus pada kualitas dan efisiensi dari suatu pekerjaan. Lazimnya, upah pegawai di Negara ini dihitung berdasarkan hourly rate (jam-jam-an). Ini sebetulnya menandakan seberapa efisien perhitungan gaji pegawai oleh perusahaan. Gaji yang dibayar per-jam juga mau tidak mau membuat pegawainya jadi lebih menghargai jam kerja. Ada perasaan tidak nyaman apabila seorang pegawai dibayar untuk bekerja selama 5 jam tapi kemudian hanya menggunakan 4 jam saja untuk bekerja. Di sisi lain, perusahaan pun akan sangat jeli melihat bobot dari suatu pekerjaan dan memperkirakan berapa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Hal ini pula lah yang sepertinya melatarbelakangi budaya on time dan sangat menghargai waktu. “Time is money” becomes a reality of life.

Masalah efisiensi ini sebetulnya sangat terasa di berbagai bidang. Seringkali saya melihat di warehouse-warehouse yang menjual berbagai macam barang (mirip gudang yang disulap menjadi toko) hanya ada satu orang yang kita temui di dalam toko yang sedemikian luas. Apabila kita ingin memilih barang, menanyakan berbagai hal tentang barang tersebut, atau membayar belanjaan kita maka ‘dia dan hanya dialah’ orang kita temui. Kadang saya berpikir, jangan-jangan orang tersebut merangkap pemilik toko. Pernah juga kantor mengadakan acara ‘farewell party’ untuk salah satu dosen senior yang akan pensiun. Seperti umumnya mahasiswa lainnya, yang pertama kali kita antisipasi adalah acara makan-makannya. Apalagi saat itu pegawai administrasi yang merangkap seksi acara mengatakan bahwa dia telah menyewa tenaga catering untuk menyiapkan makanan. Saat itu, makanannya memang tidak mengecewakan, berbagai jenis makanan berat, snack-snack, berbagai jenis minuman (including wine) tersedia dengan rapi di atas meja yang telah didekorasi dengan baik. Tapi yang membuat saya terkagum-kagum, pegawai catering yang melayani kita semua saat itu, hanyalah satu orang. Memang ada ciri khas dari acara makan-makan di sini, semua peralatan makan, selalu disposable (sekali pakai). Sedikit banyak ini memudahkan pegawai untuk membersikan segala sesuatunya (just put it in the rubbish bin). Bahkan, masing-masing tamu sebenarnya sudah sangat cekatan memasukkan semua piring, gelas, sendok dan garpu bekas pakainya ke tempai sampah yang disediakan.

Selain efisiensi, focus dari pekerjaan adalah kualitas dan service excellence. Tidak diragukan lagi, Australia menerapkan standar yang sangat tinggi dalam kehidupan masyarakatnya. Contoh yang sangat dekat dengan saya adalah standar keselamatan (safety procedure) di tempat kerja. Ada tahapan/prosedur kerja yang harus kita lewati saat ingin menjalankan eksperimen di laboratorium. Ini mencakup menuliskan prosedur kerja, membuat daftar zat yang dipakai berikut potensi bahaya dari masing-masing zat dan P3K apabila sesuatu tidak berjalan sebagai mana mestinya. Jas lab, goggle (safety glasses), sarung tangan sekali pakai, menjadi peralatan standar yang tidak boleh terlewati. Tissue untuk gelas kimia, tissue untuk melap meja, dan tissue untuk melap tangan, semuanya tersedia dan disposable (tidak boleh berkali-kali pakai). Kadang saya berpikir, kalo standar yang sama ingin diterapkan di Indonesia, maka dana penelitian yang kita peroleh mungkin akan habis hanya untuk menyiapkan perangkat-perangkat pendamping ini.

Sistem yang sudah tertata, standar gaji dan standar kehidupan yang tinggi, merupakan factor penunjang yang menjamin warganya dapat hidup normal dan layak. Pada akhirnya, warga Australia hanya tinggal memilih satu perannya di masyarakat dan kemudian bekerja dengan sebaik mungkin, maka semua kebutuhan untuk ‘hidup sangat layak’ secara otomatis akan terpenuhi.

Just another sharing.. ( GL. 2010)

Sunday, April 25, 2010

Homestay

Oleh: Herli Salim
Mediator Sister School

Homestay berasal dari dua kata “home” dan “stay”. Secara harfiah artinya “tinggal/menetap di rumah”, dalam kegiatan sister school hal ini bermakna tinggal bersama dalam kurun waktu tertentu di rumah keluarga Australia. Dengan menjalani homestay anda akan mengalami secara langsung bersentuhan dengan budaya Australia, sehingga anda akan mengasah kemampuan komunikasi dalam bahasa Inggris dan meningkatkan pemahaman kebudayaan Australia. Dalam kegiatan sister school biasanya sekolah Australia sudah memiliki keluarga yang menyatakan kesiapan untuk menerima siswa Indonesia untuk tinggal bersama keluarganya, keluarga ini dinamakan “host family”. Guru Australia akan memasangkan (pairing) anda dengan siswa Australia. Kriteria pemasangan sangat baik bila sudah ada hubungan korespondesi sebelumnya, bila tidak sepenuhnya akan ditentukan oleh guru Australia. Selama anda melakukan pertukaran pelajar anda akan membayangi (shadowing) siswa Australia. Berangkat ke sekolah, belajar di kelas dan dan pulang dari sekolah bareng dengan pasangan anda. Anda akan tinggal di host family yang tentu saja memiliki budaya yang berbeda dengan kebiasaan keluarga anda di Indonesia. Ada beberapa hal yang hendaknya dapat menjadi pegangan supaya tidak terjadi salah paham.

Kemandirian

Siswa peserta sister school hendaknya mandiri. Ketika anda tinggal homestay buang jauh-jauh kebiasaan anda jadi anak mamih, yang segalanya bisa selesai dengan berteriak memanggil pembantu: Bibi…! Maka semua keperluan anda akan segera siap. Kemandirian ditunjukan dalam hal menyiapkan kepentingan sendiri seperti menyiapkan makan, cuci piring, atau bila makan malam dan host family masak maka anda harus menawarkan diri untuk ikut membantu karena pada umumnya keluarga di Australia tidak terbiasa mempekerjakan pembantu rumah tangga. Anda harus pro-aktif dan oleh karenanya mesti bertanya pada host family: “What can I do for you, madam?” “ Do you need help?” “Do you need a hand?”. Atau bila makan pagi: “How can I prepare my meal?” Selesai makan jangan lupa cuci piring, syukur-syukur kalau anda mau bantu nyuci peralatan dapur. Bangun tidur mesti segera rapihkan tempat tidur. Kalau anda merasa bangun lebih awal karena harus solat subuh maka hendaknya anda tidak ribut sehingga bisa membangunkan anggota keluarga.

Hemat Air

Di Kota Melbourne sedang diterapkan hemat air (water restriction). Saat ini sudah stage 4a artinya air tidak bisa dipakai untuk mencuci mobil dan menyiram taman sembarangan. Tanaman disiram dalm waktu tertentu, malah ada jadwalnya. Bila anda mandi jangan berlama-lama di shower, efektifkan dalam penggunaan air, mandi yang cepat biasanya cukup 5 menit saja. Orang Indonesia terkenal boros dalam menggunakan air. Bila anda berwudlu anda juga harus tampak elegan, untuk menujukan hal itu jangan sampai mengangkat kaki masuk wastafel. Cukup kaki diusap saja pakai tangan yang sudah dibasuh air. Usahakan juga jangan banyak ciparatan air di lantai. Gunakan tissue untuk mengeringkan air tersebut. Penggunaan toilet seat juga jangan sampai banyak cipratan air ke lantai gunakan yang sebersih dan sebaik mungkin. Usahakan toilet selalu kering dan bersih setelah anda gunakan. Keluar kamar mandi harus sopan, berpakaian rapih. Jangan sampai anda keluar kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk yang anda lilitkan di pinggang. Aduh…porno deh!

Cenderamata

Orang Australia senang juga diberi cenderamata. Apalagi yang sesuai dengan kegemaran mereka. Rata-rata mereka senang terhadap corak etnik atau yang asli Indonesia. Bahan seperti taplak meja, bed cover, batik, kain kebaya yang berkualitas tinggi sangat mereka sukai. Atau cenderamata yang bergaya anak muda seperti kaos , topi, pulpen, yang khas etnik Indonesia. Cenderamata berunsur kain mudah membawanya karena packingnya gampang. Imigrasi akan menolak souvenir yang terbuat dari unsur kayu atau kulit karena dianggap membawa potensi penyakit yang bisa merusak alam Australia. Bila mau membawa souvenir yang mengandung unsur ini anda harus isi “declaration form” (form deklarasi) di pesawat sebelum anda mendarat dan di bandara anda masuk jalur “declaration” nanti barang tersebut akan diperiksa oleh petugas imigrasi. Cenderamata dapat anda berikan ke host family dan ke teman anda ketika anda tiba di rumah atau ketika anda melakukan perpisahan.

Kegiatan host family

Bila host family ada kegiatan piknik dan mereka mengajak anda, maka jangan menolak. Bahkan lakukan loby kepada teman pasangan Australia anda / anak host family, kalau-kalau anda mesti sharing dalam pembiayaan. Bila host family berkebun anda juga ada baiknya membantu sambil mengakrabkan diri berkebun ala Australia. Pokoknya anda harus aktif. Biasanya anda pergi dan pulang sekolah dijemput bareng dengan anak host family. Oleh karena anda yang ikut ke mobil mereka maka anda yang harus sigap cepat masuk mobil. Jangan anda yang ikut tapi host family malah lama menunggu anda. Bila tidak ada jemputan maka anda harus siap membeli karcis Metcard atau Myki . Silakan tanya pada pasangan anda mengenai hal ini. Jadi anda mesti mengembangkan etika sensitive: apa yang membuat host family bisa senang ke anda atau anda mesti ngerti perasaan mereka tanpa mereka harus mengatakan pada anda. Ingat lho, anda itu duta bangsa!

Dimanapun anda ditempatkan oleh guru Australia maka harus anda terima dengan rela hati. Alam dan tata cara hidup Australia sangat berbeda dengan Indonesia. Apapun yang anda temukan harus anda maknai secara bijaksana bahwa untuk hal itulah anda melakukan home stay dan anda mesti memetik hikmah tertinggi dari kegiatan ini (HS. 2010).

Thursday, February 18, 2010

Persiapan bila mau ke Australia



Persiapan bila mau ke Australia

Tulisan ini akan memfasiltasi sekolah yang berniat untuk mengirim siswanya ke Australia. Semua yang dibahas di artikel ini adalah hal-hal yang seyogyanya dapat anda siapkan di Indonesia, terutama menjelang kebeberangkatan anda. Banyak hal yang mesti disiapkan namun tulisan ini hanya mau membahas yang essensial saja. Hal ini akan meliputi komitmen kegiatan, pembuatan paspor, pelaporan ke Sekertariat Negara/Diknas Jakarta, pemesanan tiket, dan persiapan keberangakatan.

Komitmen Kegiatan

Sekolah Indonesia yang saat ini sedang menjalin atau sudah ada kontak dengan sekolah Australia dapat memenuhi kriteria untuk melakukan persiapan students exchange /pertukaran pelajar dan bisa melakukan persiapan keberangkatan ke Australia. Keberangkatan ke Australia merupakan kegiatan belajar bukan piknik atau tour. Para peserta akan ditempatkan di rumah orang tua siswa Australia (Host family). Bilamana tidak terdapat host family, maka peserta hendaknya menyiapkan diri untuk tinggal di hotel/hostel/apartemen. Selama berada di Australia, mereka akan belajar di sekolah Australia dengan cara membayangi siswa Australia (shadowing).

Orang Australia pada umumnya sangat memegang teguh komitmen (janji). Janji mereka adalah sesuatu yang harus mereka bela dengan sekuat tenaga untuk dikerjakan. Misalnya, bila mereka mau menyatakan akan datang ke Indonesia saat liburan, maka secara perlahan-lahan mereka berpikir dan bertindak dan menyiapkan diri supaya janji mereka itu bisa dilakukan. Mereka tidak mengenal perubahan yang mendadak karena ada sesuatu yang lebih penting (kecuali ada post major/kejadian bencana). Apalagi sampai membatalkan janji mereka. Bagi mereka sesuatu yang datang belakangan setelah janji mereka, maka akan mereka tolak, atau mereka akan mengurutkan hal itu. Bagi kebanyakan orang Australia tidak ada yang namanya last minute change (perubahan mendadak). Semuanya, serba terencana dan dikerjakan secara bertahap. Nah, bagaimana dengan orang Indonesia? Tentu, anda harus menyiapkan diri dan menyesuaikan mental anda seserasi mungkin dengan mereka.

Komitmen yang harus anda katakan ke orang Australia adalah: kapan anda mau datang ke Australia? Karena ini acara students exchange, kedatangan anda harus saat ada pembelajaran di Australia. Kedatangan anda biasanya dimanfaatkan untuk melatih siswa Australia sebelum mereka ujian lisan Bahasa Indonesia. Sistem periode belajar di Australia berdasarkan term. Satu term sama dengan tiga bulan masa belajar. Jadi satu tahun akademik/pelajaran ada empat term. Berikut ini pembagian term di Australia:

Term 1: 2 February – 3 April

Term 2: 20 April – 26 Juni

Term 3: 13 Juli – 18 September

Term 4: 5 Oktober – 18 Desember

Lebih lanjut tentang hal ini silakan baca:http://smansarob.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

Jadi, anda mesti menentuklan kapan (term berapa anda akan datang ke Australia?).

Pembuatan Paspor

Paspor merupakan KTP atau tanda pengenal bagi orang yang berpergian secara internasional. Anda bisa membuat paspor di Kantor Imigrasi Indonesia terdekat. Silakan anda mulai mencari dimana hal itu ? Ada dua jenis paspor: dinas(warna biru) dan bukan dinas(warna hijau). Paspor dinas biasanya biayanya lebih murah, sedangkan paspor non dinas ada tarifnya. Untuk bisa membuat paspor dinas biasanya harus ada dokumen resmi, misalnya surat undangan dari Australia atau surat tugas dari sekolah atau dari departemen pendidikan setempat. Paspor dinas tidak dikenakan biaya oleh keduataan Australia ketika mengajukan visa, sedangkan paspor non dinas anda harus membayar sesuai ketentuan mereka. Paspor dinas tidak membayar biaya fiskal karena anda melakukan tugas dari Negara, untuk itu usahakan memiliki keterangan bebas fiskal dari Setneg via Diknas Jakarta. Paspor hijau anda mesti bayar biaya fiskal kecuali anda punya kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pembuatan paspor perlu waktu sekitar satu bulan, juga pengajuan visa perlu waktu sebulan. Pengajuan visa baru bisa dilakukan bila paspor sudah ada. Nah, kan betul… semua perlu jenjang waktu. Tidak bisa main dadakan!

Pelaporan ke Sekertariat Negara/Diknas Jakarta

Seperti sudah dikatatakan di atas, anda sebaiknya menggunakan paspor dinas saja. Biaya lebih hemat dan ini kegiatan formal sekolah. Anda mesti lapor ke Setneg/ Diknas Jakarta. Hubungi Biro Kerjasama Luar Negeri Diknas di Senayan Jakarta. Mengurus surat ke kantor ini perlu tenaga ekstra dan biaya. Anda mesti harus siap cape, stress bulak-balik mengecek, makanya mesti jauh hari. Perlu waktu yang cukup. Jangan mendadak. Sebaiknya anda sudah punya tanggal kapan ke Australia, sehingga sekolah Australia bisa segera membuatkan undangan untuk anda. Undangan ini akan sangat bermanfaat baik untuk ke Setneg maupun ke Kedutaan Australia ketika anda mengajukan visa. Visa atau surat ijin masuk ke Negara tertentu diberikan oleh kedutaan bila anda memiliki dokumen perjalanan yang lengkap, resmi, dan bertujuan. Khusus untuk masuk Australia undangan sekolah Australia akan sangat bernilai dan terpercaya sekali di mata Kedutaan Australia. Ini bahkan akan melancarkan pembuatan visa anda!

Pemesanan tiket

Pemesanan tiket mesti juga diselenggarakan sejak awal. Anda bisa menghubungi travel agen/biro perjalanan. Tanyalah kapan penerbangan lagi sepi (low season) sehingga tiket jadi murah. Ini biasanya saat bukan libur. Lihat pembagian term di atas. Hindari pemesanan tiket saat libur (peak season) karena harga tiket akan mahal. Anda bisa terbang langsung ke Melbourne bila menggunakan Garuda Indonesia Airways, atau ada ada juga Garuda yang ke Melbourne via Denpasar/Bali. Sebaiknya, pesanlah tiket yang penrbangan langsung (direct flight) Jakarta – Melbourne. Pesan dan lihat-lihat dulu ke biro perjalanan boleh-boleh aja. Anda re-booking /pesan ulang bila anda belum dapat visa. Lagi-lagi mesti sejak awal ajukan visa jangan mepet. Bisa stress!

Persiapan keberangakatan

Grup siswa yang akan berangkat hendaknya sudah diberi arahan oleh sekolah. Apa dan bagaimana hidup di Australia sebagai duta bangsa. Apa yang boleh dan tidak boleh. Ini diberikan hendaknya jauh hari sebelum keberangkatan ke Australia. Bahkan sebaiknya para siswa berlatih diri kesenian/ tarian/ untuk dipentaskan di Australia. Persiapan yang harus dilakukan secara pribadi adalah: ada dua tas. Satu tas akan masuk ke bagasi pesawat. Berat tas ini maksimal 20 kg. Berilah label pada tas ini: nama, dan alamat anda di Australia (gunakan alamat Konsulat RI di Melbourne). Satu tas lagi akan anda bawa ke kabin pesawat. Tas ini akan disimpan dekat tempat duduk anda di kabin. pesawat. Taruhlah barang pribadi yang mau anda pakai di tas ini. Tapi jangan bawa barang cairan, silet, gunting, cutter dll. Ini dilarang!!! Berat tas ini maksimal 8 kg. Jangan lupa siapkan map dokumen dan alat tulis di tas ini. Anda akan banyak menggunakan pulpen untuk pengisian dokumen selama dalam perjalanan. Anda sudah seharusnya selalu taat pada pimpinan rombongan. Anda tidak disiplin maka rombongan akan kena akibatnya, bahkan penerbangan akan kena akibat kelakukan anda. Sebaiknya tas kabin anda beri identitas juga. Hal ini untuk memudahkan identifikasi.

Nah, itu hal yang prinsip dan esensial. Hal lain yang lebih rinci dapat berhubungan dengan Guru Koordinator anda atau email saya di: herli_slm@yahoo.com.

Selamat merencanakan kegiatan, semoga lancar dan kesampaian, semoga selamat ketika berangkat begitupun ketika pulangnya. Yes !!! ( Kiriman: Herli Salim-Mediatior)


Saturday, December 26, 2009

TEACHER PROFESSIONAL LEAVE CASE STUDY 2009

Robyn Elmi
Weeroona College Bendigo
Phone: (03) 5443 2133
Email: weeeroona.co@edumail.vic.gov.au
Prep – Year 10

Creating Authentic LOTE Learning Opportunities: the sister-school experience

Abstract:
This project provided students with authentic learning opportunities to improve their engagement with LOTE Indonesian, improve their language skills and boost their cultural awareness through the development of a sister-school relationship. The project drew together teachers and students from different learning areas, to ensure a broad cross-section of teachers and students perceived learning a LOTE as relevant, exciting and real


Welcoming ceremony, SMAN 4 Tangsel, Banten Province, Java. April 2009.

Key Words:
LOTE, language skills, authentic learning opportunities , cultural awareness, integrated projects, student engagement.

Introduction:
This case study provides some background and guidelines to the establishment of a sister-school relationship with a school in Indonesia. It details the authentic learning opportunities that resulted for the staff and students from both of the schools involved.

In April 2009, Weeroona College Bendigo formally established a sister-school relationship with SMAN 2 Ciputat (recently renamed SMAN 4 Tangerang Selatan or Tangsel), in Banten Province, West Java. It is approximately 1 ½ hour’s drive from the capital city of Jakarta.

Learning any LOTE presents a challenge for many regional Australian students and their teachers. Most of the staff and students have not been exposed to other languages and cultures in their day-to-day life and they struggle to understand its relevance in their own world. Compounding these obvious problems for the Indonesian language teacher is the perceived threat of terrorism, natural disasters and political upheaval linked to their target country.

Every year most LOTE teachers face that agonising struggle to attract students who want to study LOTE, and the number of students studying LOTE to VCE level has continued to dwindle.
In 2005, I had the most rewarding and profound teaching experience of my career: organising an in-country tour to Malaysia with my Year 10 students (we were not able to travel to Indonesia because of the prevailing travel warnings). Every experience was new, exciting and real – it was one of those times when I knew that I had instilled in my students a passion for life-long learning – the ultimate goal of many teachers. Of course many of our students cannot afford the luxury of travel and I was keen to bring more of these authentic and exciting experiences into my classroom. The establishment of a sister-school relationship, as well as organising and promoting authentic learning opportunities, helped to fulfill these goals.

The other driving force behind this project was the growing political support for teaching languages, which I learned about through LOTE professional development training days and professional reading. There is now more political and educational support for teaching Asian languages in the form of the Melbourne Declaration, The Australia – Indonesia BRIDGE Project, the release of the DVD ‘2020 Schools: Engage with Asia’, and grants which are now more readily available. In the past few years, this groundswell of political support has been increasingly on public record:

“Australia has to make itself the most Asia-literate
country in the collective West.”
The Hon. Kevin Rudd MP, Prime Minister of Australia in Asia Society, June 2008

“...the Australian Government recognises the vital importance of equipping young Australians with the knowledge and skills to communicate and work with our regional neighbours...”.
The Hon. Julia Gillard MP, Deputy Prime Minister, Minister for Education, Employment & Workplace Relations and Social Inclusion in Asialink, February 2008.

But the sad current reality in our school is that the majority of our students are not choosing to study a LOTE. My school struggles every year to sustain a Year 10 LOTE class. This year I am teaching a composite Year 9/10 class because of the small number of students electing to study LOTE Indonesian. In contrast to these poor outcomes, many of our Asian counterparts sustain strong bilingual programs from the early years through to Year 12. In our sister school, the study of English is compulsory to Year 12.

Regional Australia can no longer afford to ignore the very real need for educating competent global citizens, which means a strong understanding of other cultures and their languages. By strengthening our relationship with our Asian neighbours and allowing our students to forge friendships and ongoing communication with their Indonesian counterparts, Weeroona College Bendigo is working towards educating global citizens and life-long learners.

Friday, October 30, 2009

Kerjasama Weeroona Secondary College dan SMA Negeri 4 Tangsel


Kerjasama antara WSC dan SMA Negeri 4 Tangsel mencapai tahapan formal. Hal ini terwujud dengan adanya kunjungan balasan dari SMA Negeri 4 Tangsel ke WSC pada bulan Agustus 2009. Dalam tulisan terdahulu di blog ini telah disajikan bagaimana Delegasi Pendidikan Tangsel sampai di Bendigo ( Reached Bendigo) kemudian menghadiri jamuan makan malam ala Australia ( An Ozzy Dinner). Besok harinya dilanjutkan dengan upacara resmi penerimaan Delegasi Pendidikan Tangsel oleh WSC.

Malam sebelumnya, ketika kami sehabis menghadiri jamuan makan malam di rumah Bu Susan, Bu Robyn mengatakan: ”Sampai jumpa ya Bapak-bapak, besok kita akan mengadakan upacara di lapangan terbuka sekolah, semoga cuacanya memungkinkan karena menurut ramalan cuaca besok itu akan ada badai dan angin berkecepatan 120 km per jam. Dan angin itu sedang menuju Bendigo. Namun, ya kita lihat sajalah bagaimana besok” begitu Kata Bu Robyn dengan penuh kecemasan. Malam harinya, ketika saya sedang tidur, saya terjaga dari tidur sekitar jam 2.30 pagi ketika mendengar bunyi halilintar dan hujanpun turun. Dalam hati saya berkata “ wah ini dia yang dikatakan oleh Bu Robyn benar juga ya badai itu datang ke arah Bendigo, waduh bagaimana nih acara besok di sekolah, padahal acara di tempat terbuka”. Saya mulai khawatir tapi karena kecapean akhirnya saya tidak berlama-lama mempertanyakan hal ini. Saya pun melanjutkan tidur.

Pagipun datang, saya langsung melihat ke luar motel. Allohu Akbar. Cuaca bagus. Tidak hujan tapi agak mendung. Dingin tetap saja ada karena Agustus adalah puncaknya musim dingin di Bendigo. Angin masih terasa bertiup kencang, namun hal ini tidaklah menyurutkan kami untuk segera mempersiapkan diri untuk menghadiri acara di sekolah. Bu Robyn menjemput kami dan kamipun meluncur di sepanjang Napier Street. Tampak dari kejauhan Weeroona Lake anggun dan damai. Seperti halnya hati kami saat itu. Sampailah kami di pelataran parkir sekolah. Banyak anak-anak yang berseliweran. Ada siswa yang berani menyapa kami. Ia berkata : “ Selamat pagi, anda dari Cina?”. “ Oh, bukan, kami dari Indonesia “ jawab Pak Dadang. “ Do you know where Indonesia is?” “ Yes, it is very closed with Burma, isn’t it?” Kata murid Burma itu. “Yes, you are right” Kata Pak Afan sambil tersenyum penuh makna. Kami meneruskan langkah menuju kantor.

Kami berada di koridor depan kantor Kepala Sekolah Weeroona. Seseorang menyapa kami: “ Hello, how are you Bapak-bapak…” said Bu Andy yang menyapa kami. “ It seems like …we know you, what is your name?” kata Pak Herli mencadai Ibu Andy. Kamipun bergelak tawa menikmati suasana dinginnnya Bendigo yang tiba-tiba menjadi hangat oleh derai tawa kami. Kami juga bertemu dengan Bu Sandra, guru bahasa Indonesia yang berasal dari Jakarta Indonesia. Ibu Robyn mempersilakan semua rombongan untuk masuk dan duduk. Ibu Kepala Sekolah Weeroona sedang mengkondisikan para siswa untuk upacara. Kami duduk menunggu. Ibu Robyn menunjuk pada sebuah lukisan besar yang digantungkan di dinding: ”Itu lukisan siswa saya yang berasal dari Karen-Burma, saya dengan Bu Andy mengerjakan proyek bersama-sama. Mereka mengekspersikan gagasan tentang kehidupan melalui lukisan. Wah saya kagum akan hasil pekerjaan mereka. Mereka anak-anak yang baik. Saya suka mereka”. Kata Bu Robyn dengan penuh semangat.

“Hallo everyone, welcome in Weeroona Secondary College Bendigo. My name is Leane Preece . I am the principal of this school, Welcome” Kata Bu Leanne memperkenalkan diri. Bu Robyn mengenalkan semua peserta rombongan Tangsel. Pak Dadang sebagai pimpinan rombongan mulai menjelaskan maksud kedatangan dan menerangkan tentang potensi pendidikan Tangsel. Pak Dedi menambahkan dan mengucapkan rasya syukur bahwa WSC dan SMAN 4 Tangsel sudah bersepakat untuk menjalin sister school bahkan sudah menanda tangani MOU.Ia menegaskan bahwa kunjungan saat ini merupakan kunjungan balasan terhadap kunjungan yang pernah dilakukan oleh Bu Robyn dan Bu Andy ke Tangerang Selatan pada bulan April 2009. Khususnya ke sekolah yang ketika itu dipimpin oleh Pak Dedi. Lebih lanjut, Pak Herli juga menegaskan bahwa kerjasama antara kedua sekolah ini melalui proses yang cukup panjang sejak kepala sekolah WSC yang lama yaitu Pak John Sloan hingga kini berganti kepemimpinan ke Ibu Leane Preece. Di luar terdengar suara riuh, bunyi speaker melengking-lengking, bercampur dengan angin. Ibu Leanne mempersilakan kami untuk menuju tempat upacara.

Cuaca sangat dingin. Namun bagusnya tidak turun hujan. Ini ajaib. Cuaca ramah menyambut kedatangan kami di Weeroona. Di sudut kiri tampak serombongan siswa yang menyajikan lagu ucapan selamat datang: “ Welcome … everybody…” Mereka berdansa dan menari sambil mengangkat topi tanda menghormat ke arah kami. Ini luar biasa. Para siswa mau melakukan ini semua. Padahal cuaca dingin namun para siswa begitu baiknya mempersembahkan hal ini. Cuaca Bedigo demikian bersahabat dan seakan menyambut kedatangan kami. Sampai acara selesai hujan tidak jadi turun, bahkan matahari mulai tampak tersenyum. Senyum yang mulai menghangatkan hati dan badan kami. Kami sangat menikmati ikatan persahabatan ini.

Upacara penerimaanpun dimulai dengan sambutan Ibu Leanne Preece. Sangat mengejutkan Ibu Leanne memberikan sambutan dalam bahasa Indonesia. Ibu Leanne intinya menyatakan ucapan selamat datang di Weeroona Secondary College dan Ia berharap semoga rombongan Tangsel bisa menikmati kunjungan ini. Lebih lanjut, ia juga menekankan mudah-mudahan persahabatan ini akan terus berlanjut. Untuk menyatakan jalinan persahabatan, kami dihadiahi bendera nasional Australia dan bendera Aborigin. Bendera Aborigin disampaikan oleh perwakilan siswa Aborigin sedangkan bendera Australia dibentangkan oleh perwakilan siswa Weeroona Adam dan Kathlyn. Puncak kehangatan suasana direnda dengan sambutan Adam yang mengatas namakan seluruh siswa Weeroona. Sambutan Adam benar-benar merengkuh hati kami dengan kebahagiaan yang membuncah.

Kami merasa berbunga-bunga mendapatkan kehangatan sambutan dari seluruh siswa dan guru Weeroona Secondary College. Cerita ini akan kami bawa ke tempat kami bahwa kedekatan persahabatan antara kedua negara bisa cair dan akrab melalui budaya dan pendidikan. Ini suatu pengalaman yang sangat baik sekali. Selanjutnya, momen bersejarah ini diabadikan dengan foto bersama.Foto yang akan menjadi bukti sejarah akan suatu upaya kerjasama pendidikan antara kedua sekolah. Rombongan dipersilakan untuk menuju ruang guru. Kami bertemu dengan wakil dari Departemen Pendidikan Bendigo. Ia membimbing dan memberikan arahan bagi siswa Aborgin yang ada di sekolah ini.

Tidak berapa lama kemudian datang utusan dari Departemen Pendidikan Bendigo. Ia memberikan penjelasan tentang Bendigo Education Plan. Ia menerangkan tentang dasar pembangunan gedung baru Weeroona. Kami banyak berdiskusi tentang rencana pembangunan pendidikan Bendigo. Mulai dari perencanaan awal, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan pelaksanaan bangunan tersebut. Perbincangan diakhiri dengan melihat-lihat lokasi pembangunan gedung baru. WSC akan memiliki konsep pendidikan baru dengan mendirikan “ community”. Empat “community” akan didirikan di WSC.Di satu community akan bernaung beberapa bidang study. Gedung yang lain sedang didirikan juga seperti untuk gedung musik, olah raga, pertukangan dll. Selesai kami melihat-lihat pembangunan gedung kami masuk kembali ke ruang guru.

Di sana sudah banyak orang menanti, ini saatnya makan siang. Benar saja di atas meja sudah tersaji makanan yang lezat-lezat.Siswa, guru, staf adminstrasi semua berbaur di ruangan. Makanan ditempatkan di meja-meja, ada kue, buah-buahan roti, nasi, roti, wah komplit deh… Perut kami yang kosong sejak pagi sudah mulai bernyanyi minta diisi. Maka kamipun segera mengambil piring dan mulai mengambil makan yang tersaji di atas meja, sambil makan kami berkenalan dan menyapa dengan semua yang hadir. Seorang siswa mengatakan: “ This is a big lunch, because of your coming, we are invited to come to this lunch and we enjoy delicious food… can you come to Weeroona so often so we can enjoy free lunch more often too ?,” ujar seorang siswa berkelakar. Kami sibuk mengobrol kesana-kemari. Ambil kue, ambil daging ayam, ambil finger food yang lain. Sayang perut kami tidak selebar mata kami. Kami kekenyangan dan mengantuk. Terimakasih atas makan siangnya. Sungguh sangat spesial.

Di tengah-tengah acara, Ibu Leanne dan Ibu Robyn mempersembahkan beberapa hadiah untuk rombongan Tangsel dan rombongan Tangselpun menyampaikan hadiah serta titipan dari para siswa Tangsel untuk siswa Weeroona. Kami sibuk mengucapkan syukur dan tidak henti-hentinya mensyukuri anugerah ini. Suatu anugerah persahabatan yang tidak ternilai, yang dapat mempertebal jalinan persahabatan diantara kedua sekolah, pada gilirannya dapat meningkatkan pemahaman dan persahabatan antara kedua bangsa: Indonesia dan Australia. Selamat kepada Weeroona Secondary College, Victoria, Australia dan SMA Negeri 4 Tangerang Selatan, Indonesia (HS, 2009).

******************************************************************

English Version
Working together – Weeroona College Bendigo and SMA Negeri 4 Tangsel
(Translated by Robyn Elmi and Sandra Penna)

The sister school relationship between WCB and SMAN 4 Tangsel has been formalised. This occurred as a result of the return visit from SMAN 4 Tangsel to WCB in August 2009. In the last blog I described how the Education Delegation from Tangsel reached Bendigo and attended the Australian dinner (An Aussie Dinner). The next day WSC held a formal Whole School Assembly to welcome the delegation from Tangsel.

The previous evening, after the dinner at Ibu Susanne’s house, Bu Robyn said, “See you later gentlemen; tomorrow we are going to have a formal ceremony in the open yard at school. Hopefully, the weather will make it possible because according to the weather forecast, there will be a thunderstorm and the wind will reach 120km per hour. The wind will be heading towards Bendigo. But we will see about it tomorrow.” That’s what Ibu Robyn said, worriedly. That evening, while I was sleeping, I woke up around about 2.30am when I heard a loud clap of thunder followed by rain. In my heart I said, “Wah, this is it, the weather that Ibu Robyn talked about. She is right; the storm is coming towards Bendigo. Oh no, what are we going to do with the agenda tomorrow at school. The ceremony will be outside.” Then I too became worried, but because I was too tired, I didn’t spend too long thinking about this problem and I went back to sleep.

Morning arrived and I immediately looked out of the motel. Thanks to God, the weather was good. There was no rain but it was a little cloudy. It was still cold because August is the middle of winter in Bendigo. The wind still feels strong but it didn’t dampen our preparations to attend the ceremony at school. Ibu Robyn picked us up and drove us down Napier Street. Weeroona College appeared in the distance graceful and peaceful. Like our hearts at the time. Then we arrived in the school car park. Many children were moving around everywhere. There were students who were brave enough to talk to us. One said, “Good morning, are you from China?”
“No, we are from Indonesia,” answered Pak Dadang. “Do you know where Indonesia is?”
“Yes, it is very close to Burma, isn’t it?” said the Burmese student.
“Yes, you are right,” said Pak Afan with a meaningful smile. We continued towards the office.

We were in the corridor in front of the Principal’s office. Somebody said to me, “How are you Bapak-Bapak...” said Bu Andy who greeted us. “It seems like we know you, what is your name?” said Pak Herli teasing Ibu Andy. We all laughed enjoying the Bendigo cold that suddenly becomes warm because of our laughter. We also met with Ibu Sandra, the Indonesian teacher who comes from Jakarta. Ibu Robyn invited our group to come and sit down. The Principal was organising the students for the assembly. We sat and waited. Ibu Robyn pointed towards a big painting that was hanging on the wall: “That is the painting which was done by our Karen and Sudanese students; Andy worked on this co-operative project. The students expressed their ideas about life through art. Wow, I am very impressed with their work. They are good children. I like them,” said Bu Robyn passionately.

“Hello everyone, welcome to Weeroona College Bendigo. My name is Leanne Preece. I am the principal of this school. Welcome,” said Ibu Leanne introducing herself. Bu Robyn introduced all of the delegation members. Pak Dadang, as the leader of the group, began to explain the reason for their visit which was to make clear the educational potential of Tangsel. Pak Dedi also expressed the group’s appreciation for the sister school agreement reached between WCB and SMAN 4 Tangsel as stated in the MOU signed by both schools. He stated that this delegation was reciprocating the visit to Tangsel made by Bu Robyn and Bu Andy in April 2009. Especially to the school which was headed by Pak Dedi at that time. Furthermore, Pak Herli also stated that the co-operation between the two schools has been progressing since the leadership of the former principal, Mr John Sloan, until now under the leadership of Ibu Leanne Preece. Outside we could hear a lot of noise, the sound of the speaker screeching, the bell ringing and the wind blowing. Ibu Leanne guided us towards the ceremony area.

The weather was very cold but it was a good thing it didn’t rain. It’s a miracle. The weather was friendly to us at Weeroona. In the left corner a group of students were singing a welcoming song. “Welcome...everybody...” They danced and lifted their hats in our direction as a sign of respect. This was extraordinary, a group of students were willing to do this even though the weather was cold, the students still performed their dance. The weather in Bendigo was so friendly, as if it was welcoming our visit. It did not rain throughout the school welcoming assembly, even the sun was starting to smile. The smile was starting to warm up our hearts and our bodies. We really enjoyed this friendship.

The Welcoming Ceremony began with Ibu Leanne Preece’s speech. We were very surprised that Ibu Leanne made her speech in Indonesian. Ibu Leanne welcomed us to Weeroona College and she said that she hopes that the Tangsel group will enjoy this visit. Furthermore, she also stated that she hoped that this friendship will continue. To demonstrate our friendship, we were presented with an Australian and an Aboriginal flag. The Aboriginal flag was handed over by a representative of the Aboriginal students, whereas the Australian flag was presented by the School Captains, Adam and Kaitlyn. The peak of the warm atmosphere was woven by Adam’s speech; he spoke on behalf of all of the Weeroona students. Adam’s speech really held our hearts with abundant happiness.

The warm welcome from all of the students and teachers at Weeroona College Bendigo made our hearts blossom. We will take this warm story home and the relationship between the two countries will thaw and become close through culture and education. It was a very good experience. Further to this, this historic moment has been recorded with our photos together. These photos will be the evidence of our efforts to work together to support the education between the two schools. The group was invited to go the staffroom. Then we met with Mr Rob Saunders, who is the representative from the Education Department’s Regional Office. He is responsible for providing support for the Aboriginal students in this school.

Not long after, Mr Rob Hallisey arrived and he too is from the Education Department’s Regional Office, in charge of overseeing the Bendigo Education Plan. He gave us information about the Bendigo Education Plan. He explained about the building program being carried out at Weeroona. We discussed the education plan in Bendigo. We talked about its inception, the building program and its supervision. After our discussions we walked around to look at the new buildings in progress. Weeroona will have a new educational concept by building four Learning Communities that incorporate open areas, studio classrooms, small discussion rooms, specialist art and science rooms, outdoor learning terraces and informal areas. The design of these areas is to allow teachers and students to work in different ways: one-on-one, with small groups in small spaces and large groups in larger spaces. This will ensure a more personalised approach to teaching that focuses on the needs of the individual student.

After we saw the buildings, we returned to the staffroom. There were already many people waiting, it was time lunchtime. It is true, on top of the tables there was a lot of delicious food. Students, teachers and administrative staff mingled together in the room. On the tables could be found cakes, fruit, bread, rice, pies, it was absolutely complete...... Our empty stomachs since the morning started to sing, asking to be filled. So we immediately got ourselves a plate and served ourselves all the food from the tables. While we were eating we were able to get to know and greet everyone who was there. One student jokingly said: “This is a big lunch because you have come... can you come to Weeroona often, so we can have a free lunch more often too?” We were busy chatting here and there, getting cake, getting chicken and getting other finger food. Too bad our tummies were not as big as our eyes. We were stuffed full and getting sleepy. Thank you for the lunch, it was very special.

In the middle of the lunch, Ibu Leanne and Ibu Robyn presented some gifts for the Tangsel group and the Tangsel group also presented their gifts to Weeroona, along with the letters from Tangsel students for Weeroona students. We were busy expressing our gratitude and didn’t want to stop showing our appreciation for this serendipitous occasion. This is a priceless friendship, which will strengthen the friendship between the two schools. In turn it will also increase the understanding and friendship between the two nations: Indonesia and Australia. Congratulations to Weeroona College Bendigo, Victoria, Australia and SMA Negeri 4 Tangerang Selatan Indonesia (Herli Salim, Robyn Elmi, and Sandra Penna)

Friday, October 16, 2009

6.4 Quake Hits Indonesia's Sunda Strait



Police in Ujung Kulon, Banten province, said they had not received any reports of damage or injuries from a 6.4 magnitude quake that struck in Indonesia's Sunda Strait on Friday afternoon. The temblor caused buildings to shake some 187 kilometers away in Jakarta.

No tsunami warning was issued.

The quake struck 185 kilometers of Sukabumi, at a depth of 53.7 kilometers, according to the US Geological Survey. The USGS initially assigned it a magnitude of 6.5 but later downgraded it to 6.1.

In Cilegon on the west Java coast, residents said the earth shook powerfully but there was no evidence of damage.

The tremor was felt at between II and IV MMI in Jakarta. This level is considered to pose a relatively low threat to buildings and other structures, said Suharjono, head of the seismology desk at the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG).

Officials at Ujung Kulon National Park said there did not appear to be any damage to the 1200-square-kilometer reserve. PT Krakatau Steel’s plant in Banten province was reportedly unaffected.

Don Makaha of Ombak Liar Surf Adventure said the epicenter was close to the island of Panaitan, which used to be home to a surf camp but has been abandoned since 2005. He said he was trying to establish contact with surfing charter boats in the area, but had not yet succeeded.

People fled high-rise buildings in Jakarta when the rumbling began. Robert Simanungkalit and his girlfriend had ordered food on the 10th floor of Plaza Semanggi.

"We just ran down the emergency stairs," he said. "We're still afraid to go back because there might be aftershocks."

Suharjono said it was impossible to know whether the quake was related to the devastating quake that struck West Sumatra earlier this month.


JG, Bloomberg

Computer Forensics